Krriinggg..... suara jam wekerku berdering membangunkanku, menandakan bahwa pagi telah datang. Aku sengaja menyuruh bi Onah untuk mensettingnya. Bi onah adalah pembantuku, sudah 5 tahun dia setia menjaga dan melayaniku, meskipun sama sekali aku belum pernah melihat wajahnya, karena aku telah buta sejak 6 tahun yang lalu.
“Kakak dimana Bi???” tanyaku ketika bi Onah mengantarkan makanan ke kamarku.
“Sepertinya masih tidur Non, semalam Den Kevin pulang dalam keadaan mabuk” jelasnya.
“Astaghfirullah... mabuk lagi???!!!”
“Iya Non, jawabnya singkat.
Sudah 6 tahun aku tuna netra, selain tuna netra aku juga mengidap penyakit kanker otak. Kebutaanku bermula ketika aku dan keluargaku mengalami musibah kecelakaan ketika pulang dari liburan. Ayah dan ibuku tidak berhasil diselamatkan, sekarang tinggal aku dan kakakku yang masih hidup. Waktu itu aku divonis buta, dan tak lama kemudian dokter juga menvonisku kanker otak. Awalnya aku tidak bisa menerima, tetapi lama kelamaan aku bisa menerimanya.
Aku mencari tongkatku untuk berjalan, setelah menemukannya aku pun mulai berjalan menyusuri rumahku, meraba-raba setiap barang yang ada dirumahku untuk membantuku menentukan arah. Kemudian aku mencium aroma khamar. Oh... sepertinya ini adalah kamar kakakku. Dia tiap hari minum-minuman keras. Apalagi setelah ayah dan ibuku telah tiada, tingkahnya semakin menjadi-jadi, dia juga tak pernah mempedulikan aku.
“Apa yang kau lakukan disini?!!!” bentak Kak Kevin.
“Maaf kak, aku hanya ingin ke taman depan” jawabku kaget.
“Halah.....alasan saja kau ini!!!”
“Kakak minum-minuman keras lagi ya?” tanyaku penasaran.
“Apa urusanmu???Suka-suka gue donk!!!Anak bau kencur aja, kau tak tau apa-apa, jangan ikut campur!!!” tegas kakakku.
“Maaf kak, tapi minum-minuman keras itu hukumnya haram kak”
“Haram-haram, emang apa urusan loe?”
“Kakak jahat”
“Adik tak tau diuntung, tiap hari ceramah!!!”
Aku pun meninggalkan kamar kakakku, hatiku menangis mendengar ucapannya. Setiap hari kakakku selalu berkata kasar, tak sedikit pun kata-kata lembut keluar dari mulutnya. Andai kakakku tau tentang penyakitku apakah dia akan menjadi baik padaku? Bagaimana aku bisa memberitahunya, setiap aku mendekatinya dia selalu menghindar, pergi entah kemana.
Kegiatanku tiap harinya hanyalah beribadah dan mendengarkan lantunan bacaan Al-Quran, aku berniat untuk bisa menghafal Al-Quran hingga 30 juz. Saat aku sedang asyik mendengarkan rekaman bacaan Al-Quran itu, tiba-tiba terdengar suara bising dari kamar kakakku yang sangat menggangguku. Aku tidak bisa berkonsentrasi melanjutkan hafalanku. Kemudian aku menghampiri kamar kakakku. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan menuju kamar kakakku, ketika sampai di dekat kamar kakakku, aku mendengar suara banyak orang bercampur dengan suara musik yang sangat keras. Laki-laki dan perempuan dalam satu kamar, entah apa yang mereka lakukan. Ya Allah, kapan kakakku kembali ke jalanMu Ya Allah? Aku menangis. Aku langsung membuka pintu kamar kakakku, teman-temannya kaget melihatku.
“Hey, apa yang kau lakukan?!!” tanya salah satu temannya.
Aku hanya terdiam.
“Gadis itu adikmu Vin?” Tanya seorang perempuan.
“Iya, dia adikku, adik yang tak berguna, tak tau diuntung, bawel pula” terdengar suara kakakku menimpali pertanyaan perempuan tersebut.
“Suruh dia pergi!!!!!” seru seorang temannya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki yang mendekatiku, jantungku berdetak lebih cepat, dan Pllaaakkkkk!!!!!!!!! Kakakku menamparku. Sakit rasanya, tak hanya perih dipipi, namun juga perih dihati.
Kakakku dan teman-temannya keluar kamar dan pergi menggunakan mobil. Setelah suasana menjadi sepi aku, aku melanjutkan hafalanku. Ketika aku mendengarkan surat Al-Ma’idah ayat 90 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” aku teringat kakakku, dan tiba-tiba telepon rumahku berbunyi. Bi Onah segera mengangkat telepon tersebut.
“Innalillah...” kata bi Onah.
“Ada apa Bi?” serontak aku bertanya.
“Terimakasih Pak atas informasinya, kami akan segera kesana.” Lanjut bi Onah.
Aku makin penasaran, karena bi Onah belum juga menjawab pertanyaanku. Aku berusaha mendekatinya dengan tongkatku.
“Kenapa Bi? Apa yang terjadi?” tanyaku penasaran.
“Den Kevin kecelakaan Non, dia dibawa ke rumah sakit Cinta Bunda Non” jawab Bi Onah.
“Innalillah.... ayo antarkan aku ke rumah sakit sekarang Bi!”
“Baik Non, bentar saya cari Mang Udin dulu”
“Ya Bi”
Hatiku hancur, remuk, karena keluargaku yang masih di dunia hanyalah kakakku, kalau sampai dia kenapa-kenapa gimana. Aku menunggu bi Onah dan mang Udin di teras rumah.
Aku segera pergi ke rumah sakit diantar oleh Mang Udin dan Bi Onah. Pikiranku kacau, yang bisa keluar dari mulutku hanyalah istighfar dan istighfar. Aku berharap kakakku baik-baik saja. Aku juga berdoa untuk kesembuhannya. Meskipun Kak Kevin kasar padaku, tapi aku tetap menyayanginya.
Aku menuju kamar kakakku dituntun oleh Bi Onah. Setelah beberapa langkah dari ruang resepcionist, bi Onah memberitahuku kalau kita sudah sampai di ruang dimana kakakku dirawat. Setelah itu kami masuk, aku tak mendengar suara kakakku. Dokter bilang kalau kakakku belum sadar, masih terkena pengaruh obat bius, dan kaki kakakku patah. Aku tak tau apa yang terjadi ketika kakakku sadar nanti, ketika dia tau bahwa kakinya patah.
“Lakukan yang terbaik untuk kakakku Dok, jika harus melakukan tindakan operasi lakukan saja!”
“Iya, Anda tenang saja, kami akan melakukan sebaik mungkin, tolong bantu kami dengan doa.”
“Tentu Dok.”
Sambil menunggui kakakku, aku menghidupkan rekaman qira’ah kesukaanku. Kudengarkan rekaman itu disamping telinganya dengan suara lirih. Baru beberapa surat yang aku bunyikan, kakakku tersadar.
“Brisikkk.... matikan rekaman itu sekarang juga!!!” kata kak Kevin setengah sadar.
Aku kaget dengan kata-kata itu, kenapa kakakku begitu tidak menghargai aku dan usaha-usahaku. Aku segera mematikan rekaman itu.
“Alhamdulillah kakak sudah sadar. Kakak masih pusing?”
“Pusing-pusing, apa peduli loe?”
“Astaghfirullah kak...” ujarku sedih.
Allahu akbar Allahu akbar. Terdengar suara adzan yang sangat jelas di kamar rawat kakakku. Namun, entah mengapa Kak Kevin malah pingsan lagi.
Kemudian aku berdoa kepada Allah agar dia diberi kesembuhan, setelah itu aku memberikan beberapa surat pendek untuknya, namun kali ini aku membacakan sendiri untuknya, bukan melalui rekaman.
“Dek, tolong ajari aku sholat dan membaca Al-Quran, karena aku sudah banyak yang lupa.” Kata kakakku dengan lemah.
Apa? Dalam hati aku bingung.
“Kakak serius?”
“Iya, aku serius, memangnya kenapa?”
“Ya, ndak papa sih, Alhamdulillah kalau kakak sudah sadar.”
Aku menangis dalam pelukan kakakku. Setelah itu aku pelan-pelan membantu kakakku untuk melaksanakan sholat magrib, membantu mengingatkan bacaan-bacaannya. Selesai sholat aku dan kakakku ngaji bersama, meskipun aku tak bisa membaca Al-Quran untuk orang-orang normal, tetapi aku masih bisa membaca Al-Quran yang khusus untuk orang tuna netra sepertiku.
Beberapa hari aku dan kakakku di rumah sakit. Kakakku sudah merasa bosan disana, dia ingin segera pulang. Kak Kevin pun tiap hari bertanya kepada dokter kapan dia boleh pulang dari rumah sakit, dan hari itu pun akhirnya dokter memperbolehkan kakakku pulang.
Sesampainya dirumah, Kak Kevin langsung pergi ke kamar untuk istirahat. Tepat jam 3 sore adzan berkumandang, kakakku terbangun dari tidurnya. Kak Kevin segera mengambil air wudhu, tiba-tiba ada kucing lewat dan kakakku kaget, karena kakinya belum terlalu kuat untuk berjalan dia terjatuh. Namun naas, kepala kakakku terbentur tembok dan kepalanya mengeluarkan banyak darah. Bi onahlah yang menemukan kakakku telah berlumuran darah. Seraya dia memberitahuku dan kami pun berusaha untuk membawa Kak Kevin ke rumah sakit.
“Bertahanlah kak.....” aku memeluk kakakku sambil menangis.
Namun nyawanya sudah tak dapat tertolong lagi. Hatiku remuk, air mataku bercucuran membasahi pipiku. Sekarang aku telah kehilangan seluruh anggota keluargaku. Namun aku berharap suatu saat nanti aku dipertemukan dengan ayah, ibu dan kakakku di surga.