3/03/2012

Tuntunan Orang Buta



Krriinggg..... suara jam wekerku berdering membangunkanku, menandakan bahwa pagi telah datang. Aku sengaja menyuruh bi Onah untuk mensettingnya. Bi onah adalah pembantuku, sudah 5 tahun dia setia menjaga dan melayaniku, meskipun sama sekali aku belum pernah melihat wajahnya, karena aku telah buta sejak 6 tahun yang lalu.
“Kakak dimana Bi???” tanyaku ketika bi Onah mengantarkan makanan ke kamarku.
“Sepertinya masih tidur Non, semalam Den Kevin pulang dalam keadaan mabuk” jelasnya.
“Astaghfirullah... mabuk lagi???!!!”
Iya Non, jawabnya singkat.
Sudah 6 tahun aku tuna netra, selain tuna netra aku juga mengidap penyakit kanker otak. Kebutaanku bermula ketika aku dan keluargaku mengalami musibah kecelakaan ketika pulang dari liburan. Ayah dan ibuku tidak berhasil diselamatkan, sekarang tinggal aku dan kakakku yang masih hidup. Waktu itu aku divonis buta, dan tak lama kemudian dokter juga menvonisku kanker otak. Awalnya aku tidak bisa menerima, tetapi lama kelamaan aku bisa menerimanya.
Aku mencari tongkatku untuk berjalan, setelah menemukannya aku pun mulai berjalan menyusuri rumahku, meraba-raba setiap barang yang ada dirumahku untuk membantuku menentukan arah. Kemudian aku mencium aroma khamar. Oh... sepertinya ini adalah kamar kakakku. Dia tiap hari minum-minuman keras. Apalagi setelah ayah dan ibuku telah tiada, tingkahnya semakin menjadi-jadi, dia juga tak pernah mempedulikan aku.
“Apa yang kau lakukan disini?!!!” bentak Kak Kevin.
“Maaf kak, aku hanya ingin ke taman depan” jawabku kaget.
“Halah.....alasan saja kau ini!!!”
“Kakak minum-minuman keras lagi ya?” tanyaku penasaran.
“Apa urusanmu???Suka-suka gue donk!!!Anak bau kencur aja, kau tak tau apa-apa, jangan ikut campur!!!” tegas kakakku.
“Maaf kak, tapi minum-minuman keras itu hukumnya haram kak”
“Haram-haram, emang apa urusan loe?”
“Kakak jahat”
“Adik tak tau diuntung, tiap hari ceramah!!!”
Aku pun meninggalkan kamar kakakku, hatiku menangis mendengar ucapannya. Setiap hari kakakku selalu berkata kasar, tak sedikit pun kata-kata lembut keluar dari mulutnya. Andai kakakku tau tentang penyakitku apakah dia akan menjadi baik padaku? Bagaimana aku bisa memberitahunya, setiap aku mendekatinya dia selalu menghindar, pergi entah kemana.
Kegiatanku tiap harinya hanyalah beribadah dan mendengarkan lantunan bacaan Al-Quran, aku berniat untuk bisa menghafal Al-Quran hingga 30 juz. Saat aku sedang asyik mendengarkan rekaman bacaan Al-Quran itu, tiba-tiba terdengar suara bising dari kamar kakakku yang sangat menggangguku. Aku tidak bisa berkonsentrasi melanjutkan hafalanku. Kemudian aku menghampiri kamar kakakku. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan menuju kamar kakakku, ketika sampai di dekat kamar kakakku, aku mendengar suara banyak orang bercampur dengan suara musik yang sangat keras. Laki-laki dan perempuan dalam satu kamar, entah apa yang mereka lakukan. Ya Allah, kapan kakakku kembali ke jalanMu Ya Allah? Aku menangis. Aku langsung membuka pintu kamar kakakku, teman-temannya kaget melihatku.
“Hey, apa yang kau lakukan?!!” tanya salah satu temannya.
Aku hanya terdiam.
“Gadis itu adikmu Vin?” Tanya seorang perempuan.
“Iya, dia adikku, adik yang tak berguna, tak tau diuntung, bawel pula” terdengar suara kakakku menimpali pertanyaan perempuan tersebut.
“Suruh dia pergi!!!!!” seru seorang temannya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki yang mendekatiku, jantungku berdetak lebih cepat, dan Pllaaakkkkk!!!!!!!!! Kakakku menamparku. Sakit rasanya, tak hanya perih dipipi, namun juga perih dihati.
Kakakku dan teman-temannya  keluar kamar dan pergi menggunakan mobil. Setelah suasana menjadi sepi aku, aku melanjutkan hafalanku. Ketika aku mendengarkan surat Al-Ma’idah ayat 90 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” aku teringat kakakku, dan tiba-tiba telepon rumahku berbunyi. Bi Onah segera mengangkat telepon tersebut.
“Innalillah...” kata bi Onah.
“Ada apa Bi?” serontak aku bertanya.
“Terimakasih Pak atas informasinya, kami akan segera kesana.” Lanjut bi Onah.
Aku makin penasaran, karena bi Onah belum juga menjawab pertanyaanku. Aku berusaha mendekatinya dengan tongkatku.
“Kenapa Bi? Apa yang terjadi?” tanyaku penasaran.
“Den Kevin kecelakaan Non, dia dibawa ke rumah sakit Cinta Bunda Non” jawab Bi Onah.
“Innalillah.... ayo antarkan aku ke rumah sakit sekarang Bi!”
“Baik Non, bentar saya cari Mang Udin dulu”
“Ya Bi”
Hatiku hancur, remuk, karena keluargaku yang masih di dunia hanyalah kakakku, kalau sampai dia kenapa-kenapa gimana. Aku menunggu bi Onah dan mang Udin di teras rumah.
Aku segera pergi ke rumah sakit diantar oleh Mang Udin dan Bi Onah. Pikiranku kacau, yang bisa keluar dari mulutku hanyalah istighfar dan istighfar. Aku berharap kakakku baik-baik saja. Aku juga berdoa untuk kesembuhannya. Meskipun Kak Kevin kasar padaku, tapi aku tetap menyayanginya.
Aku menuju kamar kakakku dituntun oleh Bi Onah. Setelah beberapa langkah dari ruang resepcionist, bi Onah memberitahuku kalau kita sudah sampai di ruang dimana kakakku dirawat. Setelah itu kami masuk, aku tak mendengar suara kakakku. Dokter bilang kalau kakakku belum sadar, masih terkena pengaruh obat bius, dan kaki kakakku patah. Aku tak tau apa yang terjadi ketika kakakku sadar nanti, ketika dia tau bahwa kakinya patah.
“Lakukan yang terbaik untuk kakakku Dok, jika harus melakukan tindakan operasi lakukan saja!”
“Iya, Anda tenang saja, kami akan melakukan sebaik mungkin, tolong bantu kami dengan doa.”
“Tentu Dok.”
Sambil menunggui kakakku, aku menghidupkan rekaman qira’ah kesukaanku. Kudengarkan rekaman itu disamping telinganya dengan suara lirih. Baru beberapa surat yang aku bunyikan, kakakku tersadar.
“Brisikkk.... matikan rekaman itu sekarang juga!!!” kata kak Kevin setengah sadar.
Aku kaget dengan kata-kata itu, kenapa kakakku begitu tidak menghargai aku dan usaha-usahaku. Aku segera mematikan rekaman itu.
“Alhamdulillah kakak sudah sadar. Kakak masih pusing?”
“Pusing-pusing, apa peduli loe?”
“Astaghfirullah kak...” ujarku sedih.
Allahu akbar Allahu akbar. Terdengar suara adzan yang sangat jelas di kamar rawat kakakku. Namun, entah mengapa Kak Kevin malah pingsan lagi.
Kemudian aku berdoa kepada Allah agar dia diberi kesembuhan, setelah itu aku memberikan beberapa surat pendek untuknya, namun kali ini aku membacakan sendiri untuknya, bukan melalui rekaman.
“Dek, tolong ajari aku sholat dan membaca Al-Quran, karena aku sudah banyak yang lupa.” Kata kakakku dengan lemah.
Apa? Dalam hati aku bingung.
“Kakak serius?”
“Iya, aku serius, memangnya kenapa?”
“Ya, ndak papa sih, Alhamdulillah kalau kakak sudah sadar.”
Aku menangis dalam pelukan kakakku. Setelah itu aku pelan-pelan membantu kakakku untuk melaksanakan sholat magrib, membantu mengingatkan bacaan-bacaannya. Selesai sholat aku dan kakakku ngaji bersama, meskipun aku tak bisa membaca Al-Quran untuk orang-orang normal, tetapi aku masih bisa membaca Al-Quran yang khusus untuk orang tuna netra sepertiku.
Beberapa hari aku dan kakakku di rumah sakit. Kakakku sudah merasa bosan disana, dia ingin segera pulang. Kak Kevin pun tiap hari bertanya kepada dokter kapan dia boleh pulang dari rumah sakit, dan hari itu pun akhirnya dokter memperbolehkan kakakku pulang.
Sesampainya dirumah, Kak Kevin langsung pergi ke kamar untuk istirahat. Tepat jam 3 sore adzan berkumandang, kakakku terbangun dari tidurnya. Kak Kevin segera mengambil air wudhu, tiba-tiba ada kucing lewat dan kakakku kaget, karena kakinya belum terlalu kuat untuk berjalan dia terjatuh. Namun naas, kepala kakakku terbentur tembok dan kepalanya mengeluarkan banyak darah. Bi onahlah yang menemukan kakakku telah berlumuran darah. Seraya dia memberitahuku dan kami pun berusaha untuk membawa Kak Kevin ke rumah sakit.
“Bertahanlah kak.....” aku memeluk kakakku sambil menangis.
Namun nyawanya sudah tak dapat tertolong lagi. Hatiku remuk, air mataku bercucuran membasahi pipiku. Sekarang aku telah kehilangan seluruh anggota keluargaku. Namun aku berharap suatu saat nanti aku dipertemukan dengan ayah, ibu dan kakakku di surga.

Song from a Secret Garden



Tak Bisa Bersama

Kilat berkilatan di angkasa, petir mengglegar-glegar, angin berhembus dari dan ke berbagai arah. Hujan pun turun dengan derasnya. Alam mulai mencekam, namun bukan hanya keadaan alam yang mencekam, keadaan hati gadis cantik  jelita di desa Sungaiban yang bernama Nasya juga ikut mencekam. Nasya tidak tahu apa yang sedang dan akan terjadi pada dirinya. Dirinya hanya mengikuti alunan degupan dada dan aliran darahnya serta jiwanya yang sedang tidak tahu menahu. Kalimat-kalimat Ayatullah selalu diingatnya dan diucapkannya.  Sampai-sampai dia sulit untuk memejamkan mata. Nasya terus berharap dengan tanda alam dan hatinya yang mencekam itu akan ada hal yang akan membuat hatinya senang.
Seiring dengan bergantinya dewi malam dengan sang mentari dia hanya dapat memejamkan mata sekitar 2 jam. Suara adzan telah terdengar, sang mentari akan memunculkan dirinya di timur bumi, ayam-ayam telah berkokok, burung-burung berkicauan, embun mulai menghilang, Nasya membuka matanya perlahan-lahan. Hingga dia terbangun dari bunga tidurnya. Nasya segera bangun dari tidurnya dan mengambil air wudhu. Setelah itu, dia menunaikan ibadah sholat subuh berjamaah dengan ayah dan ibunya serta dengan adiknya yang bernama Rasya yang masih duduk di bangku SMA. Setelah itu Nasya dan adiknya Rasya belajar sebentar untuk menyiapkan materi untuk sekolah dan memahami berkas-berkas pekerjaanya nanti. Selepas dia memahami berkas  dan membaca materi pelajaran Nasya dan adiknya membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi dan membersihkan rumah. Itulah yang selalu menjadi rutinitas mereka setiap paginya. Mereka kemudian mandi dan berkumpul di meja makan untuk sarapan pagi.
“Ayo Dik Rasya, nanti telat lho” ajak Nasya kepada adiknya.
“Iya Kak, sebentar” sahut adiknya.
Kemudian ayahnya berangkat kerja ke kantor kecamatan, dan ibunya berangkat ke SMP Sungaiban 1 untuk mengajar siswa kelas 5 SD, Nasya pergi ke kantor perusaan “Jaya Usaha”, tempat dimana Nasya bekerja sebagai karyawan dan adiknya segera pergi ke sekolahnya yaitu SMA Nusa Bangsa. Sesampainya di ruang kerjanya, Nasya menurunkan berkas-berkas yang dibawanya dari rumah. Tiba-tiba teman sebelahnya datang menghampirinya.
“Rajin banget sih ngerjain tugasmu, kan belum jam kerja?”tegas Nori teman sebelah ruang kerja Nasya yang dianggap sebagai sahabatnya.
“Ya nggak papa kan biar cepet selesai, iya kan?”jawab Nasya dengan lembut. Suaranya memang termasuk kategori suara yang sangat lembut dan sopan, tidak pernah bicara keras.
“Ya….ya….ya….” tambah Nori. Ketika mereka sedang berbincang, tiba-tiba ada suara gemuruh “ggggggggggrgrrrrrrrrrrrrrkhkhkhkhkhkhh” dan bumi mulai bergoyang. Seketika itu juga Nasya beserta teman-temannya keluar dari ruangannya masing-masing serta mengucapkan kalimat-kalimat Ayatullah. Tak lama kemudian gempa bumi pun berhenti. Para karyawan kembali ke ruangan mereka masing-masing, selang beberapa detik, sudah di mulai jam kerja, tanpa sengaja Nasya tertabrak oleh seorang lelaki dari ruang dan lain bernama Defa. Tanpa sengaja Defa menjatuhkan berkas yang tanpa sengaja terbawa oleh Nasya saat gempa bumi terjadi. Kemudian Defa pun dengan sigap membantu mengambilkan bukunya. Defa menatap Nasya dengan penuh perhatian, namun Nasya hanya melihat Defa secepat kilat hanya untuk mengucapkan sesuatu dan menundukan kepalanya lagi.
“Terimakasih bantuannya:”patah kata Nasya.
“Maaf ya” kata spontanitas yang keluar dari ujung lidah Defa.
Belum sempat Defa mendengar jawaban dari Nasya, Nasya pun langsung masuk ke ruang kerjanya. Kemudian Defa pun juga kembali ke ruang kerjanya. Di perjalanan yang ada di benak hati dan pikirannya hanyalah gadis cantik itu.
“Astaghfirullah, apa sih yang saya pikirkan” pikir Defa dengan keheranan
 Saat akan pulang kerja ternyata kunci sepeda motor Nasya hilang, semua teman-temannya sudah pulang. Yang tersisa cuma empat orang yaitu Nasya, Nori, Muri dan Defa. Tadinya Nasya ingin pulang dengan naik ojek, tetapi tiba-tiba Defa berniat untuk memboncengkannya.
“ Assalamu’alaikum Sya”
 “Walaikumsalam”
“Kelihatannya kamu ada masalah?”
“Iya, kunci sepedaku hilang, ini lagi mau cari ojek”
“Ow... kalau begitu ayo bareng aku saja, nanti aku antarkan sampai depan rumahmu”, ajak Defa
“ Tidak usah, terimakasih, nanti malah ngrepotin”
“Enggak kok, ayo!”
“Ya sudahlah kalau kamu maksa, Bismillahirrahmanirrahim”.
Akhirnya mereka pun pulang bersama-sama. Di perjalanan menuju rumah Nasya tak sdikit pun kata yang terucap dari kedua bibir mereka. Nampaknya Defa telah jatuh hati dengan Nasya. Dengan berdebarnya dada Defa itu merupakan salah satu bukti. Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Nasya.
“Terima kasih atas tumpangannya ya Fa, maaf sudah merepotkan”
“Sama-sama Sya, enggak kok”.
“Sekali lagi terimakasih ya”.
“Iya, ya sudah aku pamit pulang dulu ya, assalamu’alaikum”
“Walaikumsalam warahmatullah”
Dengan segera Defa kembali ke rumahnya. Saat di perjalanan Defa masih saja memikirkan Nasya, sampai-sampai tidak konsentrasi dengan jalan.
“Meow…meow…meow..w..”. Hampir saja Defa menabrak kucing.
“Innallillahi”
“Huft kucing”
Setibanya di dalam rumah Nasya bertemu dengan Ibunya.
“Nasya sepeda motormu kamu kemana?” Tanya Ibu Nasya
“Kunci sepeda motornya hilang Bu”
“Ya sudah buruan ambil kunci yang satunya saja dan ambil motormu”
“Ya Bu”. Nasya segera ke kamarnya dan ambil kunci motornya yang lain.
šË
Setelah beberapa hari, seluruh perasaan cinta dan sayang Defa kepada Nasya belum juga di ungkapkan oleh Defa. Namun tidak semata-mata karena Defa tidak berani untuk mengungkapkannya, Defa mempunyai alasan yang lain. Beberapa minggu terakhir Nasya sering sakit. Sudah di periksakan ke berbagai dokter di Jogjakarta dan sekitarnya, namun tidak ada penyakit yang terdeteksi. Nasya sangat khawatir dengan dirinya. Melihat keadaan Nasya, Defa jadi ikut sakit. Dan hanya bisa terbaring di tempat tidur sambil sesekali memikirkan Nasya. Kemudian Defa di jenguk oleh Pamannya.
“Fa, kamu itu sakit bukan karena fisikmu kan, tapi karena batinmu kan yang sakit?”, tanya Pamannya.
“Iya Paman”, jawab Defa dengan jujur.
“Defa sebernarnya gadis yang kau cintai itu bukan sakit biasa, tetapi dia itu di dikelilingi oleh dua syaitan yang dapat mempengaruhi kesehatan jasmani maupun rohaninya. Ketika syaitan-syaitan itu sedang membisiki gadis itu, pasti gadis itu langsung gelisah, dan juga akan mengganggu hubungan kalian, setan itu tidak mau kalau kalian bersatu. Ketika kedua setan itu bertengkar, antara setan kebaikan dan setan kejahatan pasti gadis itu langsung jatuh sakit. Itu lah sebabnya yang menyebabkan kalian jarang sekali untuk berbincang-bincang. Syaitan itu tidak mau kalian bersatu. Pasti ketika kalian hendak berbincang gadis itu langsung pergi meninggalkan kamu? Iya kan?” jelas pamannya dengan penuh bijaksana. Pamannya tahu sebab Paman Defa memiliki indera keenam, namun biasa disebut ilmu kebatinan.
“Iya Paman, ketika saya hendak mengungkapkan perasaan saya pasti Nasya langsung menghindar dari saya. Lantas apa yang harus saya lakukan agar Nasya bisa cepat sembuh dan terhindar dari syaitan-syaitan yang mengganggunya Paman?” Tanya Defa dengan penuh penasaran.
”Bukan perkara yang mudah Fa agar kamu bisa menyelamatkan Nasya”
“Apa pun Paman insyaAllah saya akan lakukan untuk Nasya, karena saya benar-benar menyayanginya karena Allah paman”
“Baiklah yang pertama kamu harus membaca Surat Al Fatihah sebanyak 7 kali, takbir 100 kali, tahlil 100 kali, sahadat 100 kali, Surat Yasin 7 kali dan yang terakhir do’a keselamatan dunia wal akhiroh, jika hal itu belum berhasil kamu harus menambah Ayat Kursi sebanyak 7 kali. InsyaAllah akan berhasil. Dan juga ingat ketika dia sudah tersadar dari sakitnya karena syaitan itu, diusahakan kamu langsung memberikan air putih kepadanya. Inilah tantangan yang paling berat, kamu  juga harus berhati-hati, karena sewaktu-waktu ketika syaitan itu telah pergi dari tubuh gadis itu, bisa saja syaitan itu pindah ke dalam raga mu, syaitan itu sangat mencintaimu, makanya dia tak mau kalau kamu bersatu dengan gadis itu”
“Iya Paman, terimakasih atas sarannya”. Hati Defa berbinar-binar, sangat terang, seperti matahari menyinari bumi di siang hari. Sungguh lega Defa mempunyai harapan untuk bisa melihat Nasya yang sebenarnya, bukan Nasya yang di kelilingi oleh syaitan. Setelah berbincang-bincang berbagai hal, Paman Defa pun berpamitan untuk pulang karena Paman Defa masih memiliki acara yang lain.
“Defa, cepat sembuh ya, Paman mau pamit pulang dulu, dan semoga berhasil menyembuhkan gadis itu atas seizin Allah, Amin”
“Amin, iya Paman, terimakasih, hati-hati Paman”. Kemudian Paman Defa beranjak dari tempat duduknya, dan keluar dari kamar Defa. Sembari tiduran Defa mulai menyusun rencana bagaimana agar dia bisa bertemu dengan Nasya dan juga bertepatan saat kedua syaitannya berdebat.
Keesokan harinya, Defa merasa bahwa dirinya sudah sembuh, kemudian Defa berpamitan kepada Ibunya untuk pergi ke rumah Nasya.
“Bu, saya pamit dulu mau keluar sebentar”
“Memangnya kamu sudah sembuh benar Fa?”
“Sudah Bu”
“Ya sudah kalau itu mau kamu, tapi hati-hati ya!”
“Iya Bu, Assalamu’alaikum”
“Walaikumsalam nak”.
Tak lama kemudian Defa keluar rumah membawa Al Qur’an, sesuai dengan niatnya yaitu mencoba mengobati Nasya atas petunjuk Allah melalui Pamannya. Defa hanya berjalan kaki, sambil menggerak-gerakkan tubuhnya karena kemarin seharian terbaring di rumah, dan juga karena jarak antara Rumah Defa dengan rumah Nasya yang tidak begitu jauh. Di perjalanan, Defa sudah terbayangkan bahwa dia bertemu dengan Nasya yang asli.
šË

“Assalamu’alaikum” sapa Defa.
“Walaikumsalam” sahut Ibu Nasya.
Kebetulan Nasya sedang berada di belakang rumah bersama adiknya, Rasya.
“Oo nak Defa, mari silakan masuk”
“Iya Bu, terimakasih”
“Cari  Nasya ya?”
“Iya Bu, Nasyanya ada Bu?”
“Ada, sebentar saya panggilkan, ayo duduk dulu”.
Kemudian Defa duduk, sesuai dengan perintah tuan rumahnya. Tak lama kemudian Nasya keluar untuk menemui Defa.
“Assalamu’alaikum Fa”
“Eh... Walaikumsalam”
“Ada apa Fa, tumben pagi-pagi udah kemari”
“Eemmhh....Cuma mau maen kok”
“Owwh”.
Belum sempat bicara lebih jauh, tiba-tiba Nasya jatuh pingsan. Seluruh keluarga Nasya berkumpul, dan ingin segera membawa Nasya ke dokter, namun Defa menghentikannya.
“Maaf Om, Tante, kalau boleh saya akan mencoba mengobati Nasya”
“Tentu saja Fa, silakan!”
Dan Defa pun segera melaksanakan tugasnya. Menyelesaikan satu per satu perintah Pamannya, di mulai dari Surat Al Fatihah sebanyak 7 kali, takbir 100 kali, tahlil 100 kali, sahadat 100 kali, Surat Yasin 7 kali dan yang terakhir do’a keselamatan dunia wal akhiroh. Ternyata belum berhasil, dan dia masih ingat kata-kata pamannya yang terakhir yaitu “Jika hal itu belum berhasil kamu harus menambah Ayat Kursi sebanyak 7 kali”. Kemudian Defa segera melaksanakannya, dan ternyata hal itu berhasil.
“Alhamdullillahirrobbil’alamin”.
Nasya segera sadar dari pingsannya. Perlahan Nasya membuka matanya. Tiba-tiba Pamannya datang ke rumah Nasya.
“Defa, kamu berhasil, syaitan yang ada di tubuh Nasya telah menghilang, dan tidak berhasil masuk ke dalam tubuhmu, selamat ya”
“Benarkah itu Paman?” Tanya Defa dengan penuh penasaran.
“ InsyaAllah atas seizin Allah Nasya telah sehat”
“Alhamdulillah ya Allah terimakasih atas segala rahmatMu”
“Defa sebenarnya apa sih yang sedang terjadi?”, Tanya Nasya dengan bingung.
“Enggak ada apa-apa kok Sya, cuma tadi kamu pingsan”
“Oww, ya syukurlah kalau gak ada apa-apa”.Kemudian Defa dan Nasya bercakap-cakap.
šË

Beberapa minggu kemudian Defa mengunjungi kembali rumah Nasya, gembira rasanya dan penuh debaran dada. Dunia seakan ikut tersenyum dengan keadaan Defa saat itu, karena tujuan Defa kerumah Nasya adalah untuk melamar Nasya.
Namun, apalah arti sebuah niat, jika Allah telah berkehendak. Sesampainya Defa sampai di rumah Nasya, tiba-tiba Nasya jatuh pingsan. Dengan setengah sadar Nasya mengigau dan merintih kesakitan. Seluruh keluarga Nasya dan seluruh keluarga Defa yang datang ke rumah Nasya ikut panik, karena semua berfikiran bahwa Nasya sudah terhindar dari syaitan-syaitan yang mengganggunya. Tetapi mengapa Nasya tiba-tiba pingsan dan merintih kesakitan sama seperti saat syaitan mengganggunya? Semua tidak ada yang tahu. Dengan segera keluarga Nasya dan Defa membawa Nasya ke rumah sakit. Setelah di periksa oleh dokter ternyata Nasya positif mempunyai penyakit kanker otak. Defa langsung jatuh pingsan ketika dokter telah memvonis Nasya dengan penyakit kanker otaknya. Setelah 2 jam Nasya pingsan, akhirnya Nasya sadarkan diri.
“Ibu, Nasya ada di mana ini?”
“Kamu di rumah sakit Nak”
“Kenapa saya ada di sini Bu?”
“Enggak kenapa-kenapa kok, tadi kamu cuma pingsan”
“Kalau cuma pingsan kok sampai di bawa ke rumah sakit Bu?”
“Enggak, tadi Ibu panik sehingga langsung saja di bawa kemari” Ibu Nasya tidak mau mengaku kepada Nasya, karena takut kalau nanti malah memperburuk keadaan Nasya. Baru saja Nasya tersadar dari pingsannya, tiba-tiba Nasya berteriak.
“Aduh...aduh....” sambil memegang kepalanya.
“Kenapa Sya?” Tanya Defa.
“Ibu, kepalaku sakit”
“Dokter!!!!!!!!Dokter!!!!!!!!” panggil Ibu Nasya
Baru saja dokter memeriksa Nasya, selang lima detik Nasya beberapa kali menarik napas panjang dan menghembuskan napas terakhirnya.
“Maaf Bapak, Ibu, Mas, anak Bapak dan Ibu sudah tidak tertolong lagi”
“Apa????!!!” serentak Ayah, Ibu dan Defa berteriak.
“Innalillahi wa innaillaihi roji’un”.
Seluruh orang yang berada disamping Nasya mulai meneteskan air mata.
“Nasya, kenapa kamu tinggalkan aku sendiri?” tangis Defa. Defa sangat terpukul melihat orang yang sangat dicintai dan disayanginya meninggalkannya.
“Nasya tunggu aku di pintu surga, semoga kita bisa bertemu lagi di sa.....”
Belum selesai Defa berkata-kata, Defa jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Keesokan harinya saat di pemakaman Nasya, Defa terus menangis dan sering pingsan.




            Tak selamanya cinta bisa dirasakan di satu dunia, namun bisa juga dirasakan ketika berada di dunia yang  berbeda. Sebaik-baiknya cinta, paling baik adalah cinta karena Allah.